Islam tidak mungkin tegak tanpa dakwah
dan perjuangan. Sedang dakwah dan perjuangan tidak bisa menghasilkan
keberkahan dan hasil yang gemilang kecuali memiliki empat syarat.
Keempat syarat tersebut disebutkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: “Maka
tetaplah kamu pada jalan benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan
(juga) orang yang telah taubat bersama kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan
kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang
penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.” (QS. Huud: 111-112)
Keempat syarat tersebut adalah :
Pertama, Al Minhaj
Al Minhaj yaitu prinsip-prinsip
(mabaadi`) dan ajaran-ajaran (ta’aaliim) yang harus dipegang dan
dijalankan secara konsekuen. Jadi, minhaj adalah agama dan syariat Allah
Ta’ala. Allah Jalla Jalaaluhu memerintahkan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi
wa Sallam dan para Shahabat Radhiyallaahu ‘Anhum untuk iltizaam
(komitmen) pada syariah secara benar sebagaimana yang diperintahkan.
Umar Bin Al Khaththab Radhiyallaahu
‘Anhu berkata, “Hendaknya kamu istiqamah atas perintah dan larangan. Dan
janganlah kamu menjalankan tipudaya padanya sebagaimana tipudaya
musang.”
Kesimpulan tersebut diambil dari firman Allah Ta’ala: “Maka tetaplah kamu pada jalan benar, sebagaimana diperintahkan.”
Kedua, Al Imam
Al Imam, yaitu pemimpin para duat dan
orang-orang yang berjuang untuk menegakkan agama Allah. Imam atau
qiyadah haruslah orang yang faqih tentang agama dan syariat Allah Ta’ala
serta istiqamah di atasnya. Kalau imam atau qiyadah jahil tentang agama
dan syariat Allah maka sudah pasti dia akan memperdayakan Allah dan
rasul-Nya. Dia akan melakukan talfiiq dan takhriij yang bathil. Sehingga yang bathil tampak haq; yang bid’ah terkesan sunnah; dan yang inhiraaf
dipandang istiqamah. Salah satu persoalan besar gerakan dakwah hari ini
adalah munculnya imam atau qiyadah yang jauh dari petunjuk Allah dan
rasul-Nya serta tidak istiqamah menjalankan perintah dan larangan.
Kesimpulan ini juga diambil dari firman Allah Ta’ala: “Maka tetaplah kamu pada jalan benar, sebagaimana diperintahkan.”
Ketiga, Al Jama’ah
Al Jama’ah yaitu sekelompok kaum
Mukminin yang dipersatukan dalam dakwah, cita-cita menegakkan agama,
menegakkan tauhid, dan mengimplementasikan syariat terutama perintah
shalat dan zakat.
Kesimpulan ini diambil dari firman Allah Ta’ala: “…dan (juga) orang yang telah taubat bersama kamu.” Dalam ayat tersebut jelas bahwa jamaah harus berisikan “orang yang telah taubat”.
Dengan kata lain mereka bukan sembarang orang; bukan orang jalanan;
bukan oang fajir, fasik, dan zhalim; bukan penipu-penipu yang menjual
agama demi mendapatkan kenikmatan dunia; dan pelaku-pelaku khurafat dan
syirik.
Keempat, Ath Thariiqah Ash Shahihah (Jalan yang Benar)
Ath Thariiqah Ash Shahihah yaitu
melaksanakan agama dan syariat secara benar dan tepat tanpa “jangan kamu
melampaui batas” dan “jangan kamu cenderung kepada orang-orang yang
zhalim”.
Demikian itu untuk menjamin keistiqamahan diatas perintah Allah Ta’ala dalam dakwah dan tathbiiq (implementasi). Jadi, jalan pertengahan dan moderat yang tidak ada ghuluw (berlebihan) dan tarakh-khus (mengampangkan) serta ifraath (ekstim) dan tafriith (ceroboh) adalah jalan Islam yang sebenarnya.
Al-Qur`an telah mengungkapkannya dengan
beberapa uslub sebagaimana pada Al-Baqarah 142 dan Al-Furqaan 68. Dan
apabila surat Huud merupakan surat Makkiyyah yang mana diturunkan dalam
fase ta`siis (pembentukan) jamaah kaum Mukminin dan masa ta`shiil pokok-pokok iman dan pilar-pilar syariah, Allah Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin untuk iltizaam
dan istiqamah serta melarang “perbuatan melampaui batas” dan “cenderung
kepada kaum Musyrikin dan pelaku maksiat”, sedang dalam masa memiliki
negara dan kekuasaan Allah Ta’ala juga tidak mengizinkan meninggalkan
semua itu, maka menjadi jelas bahwa ketetapan-ketetapan tersebut wajib
dijanlankan dan tidak boleh ditawar-tawar sampai hari kiamat kelak. Dan
melakukan “tipu muslihat rubah” adalah pagkal dari penyimpangan,
kesesatan, dan hilangnya pertoloangan Allah Jalla Jalaaluhu.
Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawiy dalam
tafsirnya mengatakan: “Kehancuran dunia adalah disebabkan cenderung
kepada orang-orang yang zhalim. Karena cenderung kepada mereka berarti
semakin mendorong mereka bertahan dalam kezhaliman dan melipatgandakan
kezhalimannya.”
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..