MASA TUA YANG MELEMAHKAN

Usia Tua

#Perkara ke-empat yang Membinasakan

» بادروا بالأعمال سبعًا، هل تنتظرون إلا فقراً مُنسيًا، أو غنًى مُطغيًا، أو مرضاً مُفسدًا، أو هَرَماً مُفنِّدًا ؟ «

“Segeralah kalian melakukan amal shalih karena tujuh hal. Apakah kalian menunggu hingga mengalami kefakiran yang melupakan, kekayaan yang melampaui batas, penyakit yang membinasakan atau masa tua yang membuatnya menyeracah.......” (HR. Tirmidzi, no. 2306).

Saudaraku,
Perjalanan hidup kita di dunia ini, dimulai sejak dalam kandungan ibu kita, kemudian kita dilahirkan, lalu tumbuh menjadi kanak-kanak, berkembang menjadi remaja, kemudian menjadi dewasa dan akhirnya menjalani usia tua dan selanjutnya lansia.

Di usia senja inilah kita merasakan kelemahan diri; lemah fisik, penurunan daya nalar, mandul akal pikiran, daya ingat berangsur-angsur hilang, kekuatan sirna, dan hidup kita sangat bergantung kepada orang-orang dekat kita. Allah Ta’ala menandaskan hal tersebut dalam firman-Nya,

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Rum: 54).

Saudaraku,
Ketika kita telah memasuki tahap akhir dari usia, tampak guratan-guratan ketua-an di wajah kita. Kemilau wajah meredup cahayanya. Tak ada lagi yang menyanjung tampilan luar kita. Sepi merayap sanjungan orang. Tiada lagi manusia yang mengerumuni kita. Tiada lagi aroma memikat yang memantul dari fisik kita.

Di masa itu, tulang belulang kita menjadi lemah. Rambut putih beruban menghiasi kepala kita. Kelurusan pandangan yang dulu banyak dibanggakan orang, kini menghilang. Ketajaman lisan saat ber-orasi dan berdebat masa muda dulu, sekarang sirna ditelan masa. Bahkan tidak jarang, anak keturunan kita memasukan kita ke panti jompo.

Masa muda yang sarat dengan kejayaaan dan keindahan, berganti dengan masa tua yang penuh kesuraman yang menggelapkan. Kecerian hari berganti dengan arak-arakan awan yang menghiasi langit hati yang kelam. Dulu kedatangan kita di tengah-tengah masyarakat selalu dinantikan publik, kini tiada lagi yang peduli dengan kita. Wujuduna ka’adamina, keberadaan kita seperti bayangan semu tanpa makna.

Bahkan tidak sedikit, yang mulai membuka tabir rahasia kita di masa muda dulu yang sebelumnya tertutup rapat. Topeng kepalsuan di masa lalu, justru dibuka oleh orang-orang yang dulu sangat menghormati kita, kala itu kita masih berada di atas awan duniawi.  Ketika kita menjadi penguasa, pejabat publik, legislator, senator, kontraktor, pengusaha, memiliki kedudukan yang strategis,  ketua lembaga pendidikan, dan seterusnya. Data dan angka pun mulai diungkap.


Saudaraku,
Realitas hidup, saat kita berada di usia uzur, kita sangat membutuhkan bantuan dan pelayanan dari orang-orang yang kita kasihi. Bahkan ada saatnya keberadaan kita harus didampingi dan dibimbing, jika tidak akan meresahkan dan membuat malu keluarga kita.

Diingatkan waktu makan, shalat, puasa, mandi dan seterusnya. Dibantu mengunyah makanan, ditemani ke kamar mandi, dibimbing melafalkan bacaan shalat, dan lain sebagainya.

Terkadang dengan anak keturunan atau karib kerabat, kita pun tak mampu menghadirkan memori di benak. Lupa dengan diri kita sendiri. Lupa dengan pendamping hidup dan silsilah keluarga. Lupa dengan harta milik kita. Dan seterusnya.

Dan ada saatnya prilaku, gerak-gerik dan tindakan kita kembali seperti anak-anak dahulu. Allah menggambarkan, “Siapa yang Kami panjangkan umurnya, Kami kembalikan dia kepada kejadiannya (anak-anak), maka apakah mereka tidak memikirkan?.” (QS. Yasin: 68).

Tubuh kita semakin merendah dan mendekat ke tanah. Harum kasturi yang dulu selalu melekat di tubuh kita, berubah menjadi aroma bunga kamboja di pemakaman umum.

Saat itu, shalat fardhu mulai dijamak. Puasa Ramadhan digantikan dengan fidyah. Haji dan umrah dibadalkan orang lain. Shalat berjama’ah di masjid menjadi mimpi di siang hari. Semangat pengorbanan dan rantai perjuangan menjadi cerita masa lalu. Dan seterusnya.

Saudaraku,
Sebelum kita mengalami masa itu. Sebelum menyembul penyesalan yang tak berujung. Sebelum daya ingat kita berkurang dan bahkan hilang. Sebelum fisik kita lemah, dan kulit serta bentuk fisik kita berubah. Sebelum kita mengalami masa sulit dan terjepit di usia senja. Sebelum orang-orang di sekitar kita tidak lagi memperdulikan kita dan seterusnya.

Mari isi hari-hari dan malam-malam kita saat ini dengan amal kebajikan. Ukiran amal shalih dan pengabdian. Derma dan berbagi kebaikan. Mengikuti petunjuk langit dan arahan kanjeng Nabi. Memahat rekam jejak yang baik. Membekali diri dengan ilmu dan amal. Aktif mengikuti kajian pekanan dan taklim mingguan. Ikut ambil bagian dalam perjuangan umat dan merakit kemuliaan. Menggemakan lagu kejayaan. Memahat kesuksesan. Melayani umat dan berkarya untuk kebahagiaan sesama. Mendaki puncak prestasi dunia dan ukhrawi. Dan yang seirama dengan itu.

Dengan itulah kita akan tersenyum di masa tua. Dijaga kekormatan kita oleh Pemilik alam Semesta. Penghuni langit memohonkan ampunan untuk kita. Yang hidup di bumi akan mendo’akan kebaikan untuk kita. Dan hari-hari kita tetap tercatat kebajikan yang merata-rata.

Saudaraku,
Namun, usia senja tidak selamanya menjadi momok dalam hidup kita. Bahkan orang yang berusia panjang dan tetap menjaga keshalihan pribadi, masuk dalam jajaran manusia terbaik.

Abdullah bin Busr r.a menceritakan, pernah ada seorang Arab Badui berkata kepada Rasulullah s.a.w, “Wahai Rasulullah, siapakah sebaik-baik manusia itu?.” Beliau menjawab, “Orang yang paling panjang umurnya dan terbaik amalannya.” (Shahih Targhib wat Tarhib, no. 3363).

Meneladani sahabat yang berusia panjang; Anas bin Malik r.a. Selain mendapat keistimewaan dapat melayani Rasulullah s.a.w. Anas r.a juga mendapat do’a khusus dari Rasulullah s.a.w atas permintaan ibunya (Ummu Sulaim). “Allahumma Aktsir malahu, wa waladahu wa barik lahu fima a’thaitahu”, ya Allah, berikanlah ia harta yang melimpah, keturunan yang banyak, dan berikan keberkahan atas apa yang Engkau berikan untuknya.” (HR. Bukhari, no. 6378 dan Muslim, no. 2480).

Di sebagian riwayat lain disebutkan tambahan do’a Rasulullah s.a.w untuk Anas “Wa Athil Hayatahu.” (Dan panjangkanlah umurnya). Berkat do’a Rasulullah s.a.w tersebut maka Anas pun ketika usia uzur memiliki kebun kurma yang luas, dalam setahun dapat panen dua kali. Demikian pula, anak dan cucunya banyak, bahkan hingga wafat ia memiliki anak 120 orang. Ia pun dipanjangkan umurnya hingga 107 tahun. Ia termasuk sahabat yang terakhir wafat di kota Basrah pada hari Jum’at tahun 93 H.

Saudaraku,
Minta do’a kepada orang yang dikenal keshalihannya. Memelihara hadits Nabi dan menghidupkan sunnah. Melayani orang berilmu. Dermawan lagi mencintai umat. Mengasihi keluarga; istri dan anak cucu. Ikut andil dalam perjuangan Islam dan kaum muslimin. Rela meninggalkan kampung halaman demi menjalankan tugas dakwah. Menyebarkan manfaat bagi sesama. Dan lain sebagainya.

Itulah kunci sahabat Anas bin Malik r.a, sukses menjalani usia senja penuh dengan kebaikan, keberkahan, manfaat dan kemuliaan. Dicintai Allah dan Rasul-Nya. Dikasihi orang-orang dekat, lingkungan dan umat. Dan di akherat dirindui surga idaman.

Bagaimana dengan masa depan kita saudaraku?. Siapkah kita, jikalau kita diberi usia hingga uzur dan senja?. Jawabannya ada di hati kita. Semoga Allah berikan kita usia yang penuh berkah dan kebaikan. Berpondasikan keyakinan kokoh tak tergoyahkan. Berhiaskan ilmu dan amal. Dipagari cinta dan ukhuwah yang suci dan abadi. Semoga. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 07 Mei 2020
Fir’adi Abu Ja’far

Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama