KEMATIAN YANG MENGEJUTKAN

KEMATIAN YANG MENGEJUTKAN(Pembinasa Kelima)

Setelah ke-4 pembinasa yang telah dibahas sebelumnya pada setiap kamis, maka kali ini kita akan bahas Pembinasa Kelima yang amat ditakuti manusia.
Yuk kita simak dengan perenungan....
Bismillah....


» بادروا بالأعمال سبعًا، هل تنتظرون إلا فقراً مُنسيًا، أو غنًى مُطغيًا، أو مرضاً مُفسدًا، أو هَرَماً مُفنِّدًا، أو موتاً مُجهِزًا..... ؟ «

“Segeralah kalian melakukan amal shalih karena tujuh hal. Apakah kalian menunggu hingga mengalami kefakiran yang melupakan, kekayaan yang melampaui batas, penyakit yang membinasakan atau masa tua yang membuatnya menyeracah, atau kematian yang mengejutkan..............”
(HR. Tirmidzi, no. 2306).

Saudaraku,
Setiap kita sudah mendapatkan jatah usia masing-masing dari yang di Atas. Ada yang berusia panjang hingga lansia. Ada yang berjatah normal, hingga enam puluh atau tujuh puluh tahunan. Ada yang jatah usianya hingga menikmati masa pensiun. Ada yang ditetapkan oleh-Nya hingga usia subur dan produktif. Dan ada yang kurang dari itu.

Terkadang orang shalih dan bertabur kebaikannya, Allah takdirkan berumur pendek. Dan ini yang sering membuat mata banyak orang meleleh, mendengar berita duka atas kepergiannya. Lantaran mereka masih membutuhkan pantulan warna keshalihan darinya.

Sebaliknya orang thalih dan popular dengan keburukannya yang merata-rata, justru Allah berikan nafas yang panjang dalam kehidupan. Tentu tidak sedikit yang mendo’akan keburukan untuknya, karena banyak hati yang resah dan terusik dengan perangai dan sepak terjangnya. Namun ia tetap melalang buana di dunia seperti memiliki nyawa ganda, karena kematian itu datang sesuai dengan kehendak-Nya dan bukan menurut kemauan manusia.

Saudaraku,
Ketibaan ajal, tidak mengenal tempat, keadaan, profesi, jabatan, jenis kelamin, usia, karir, status sosial, aliran darah, warna kulit, banyak dan sedikitnya harta benda yang dimiliki, suku dan kewarga negaraannya. Dan seterusnya.

Tiada kepastian orang yang sakit lebih cepat menghadap Allah Ta’ala daripada orang yang sehat bugar tubuhnya. Sebagaimana orang miskin belum tentu jatah umurnya lebih pendek daripada orang berlimpah harta dunia. Seorang dokter pun tiada garansi usianya melebihi pasien yang dirawatnya.

Orang yang hidupnya berselimut kesenangan dan kemewahan, belum tentu umurnya lebih panjang daripada orang yang hatinya penuh luka dan rintihan air mata duka.

Wakil rakyat yang duduk manis di kursi Parlemen, belum tentu umurnya lebih subur daripada rakyat jelata yang menitipkan suara untuknya. Orang yang memenangi pilkada bukan jaminan usianya sampai berakhir masa kekuasaannya. Dan begitu seterusnya.

Saudaraku,
Dalam al-Qur’an, ada beberapa istilah yang dibahasakan Allah Ta’ala terkait kematian yang akan menyapa setiap orang, tanpa terkecuali.

Pertama, kata al-maut (kematian) itu sendiri. Kata ini dalam bentuk isim (kata benda) diulang sebanyak 35 kali.

Al-maut mengandungi makna terlepasnya (berpisah) ruh dari tubuh manusia. Kepergian ruh membuat badan tak berdaya, lalu hancur lebur dimakan tanah.

Allah Ta’ala berfirman, “Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu, dan dari sanalah Kami akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.” (QS. Thaha: 55).

Kedua, kata al-wafah (wafat). Kata ini dalam bentuk fi`il (kata kerja) diulang dalam al-Qur’an sebanyak 19 kali. Al-wafah memiliki beberapa makna, antara lain sempurna atau membayar secara tunai. Sehingga orang mati dinamakan wafat karena sesungguhnya ia telah sempurna dalam menjalani kehidupannya di dunia ini.

Ketiga, kata al-ajal. Kata ini dalam al-Qur’an diulang sebanyak 21 kali. Kata ajal sering dimaknai sebagai umur. Padahal substansi ajal berbeda dengan umur. Umur adalah usia yang kita lalui, sedangkan ajal adalah batas akhir dari usia (perjalanan hidup manusia) di dunia. Usia bertambah setiap hari, sedangkan  ajal tidak demikian. Mari kita simak firman-Nya dalam surat al-A’raf: 34,

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Keempat, kata al-ruju’ (kembali). Kata ini dalam bentuk mubtada’ (subjek) diulang sebanyak empat kali, dan memiliki arti kembali atau pulang. Kematian berarti perjalanan pulang atau kembali kepada asal, yaitu Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, bila kita mendengar berita kematian disampaikan oleh pengurus masjid, kita terpola untuk membaca istirja’, Inna Lillah wa Inna Ilaihi Raji’un. 

Saudaraku,
Kematian pada hakikatnya adalah awal dari kehidupan yang sejati dan abadi. Akan-kah kita bahagia di akherat sana, atau sebaliknya kita didera kesengseraan panjang, terukur dengan cara kita menghadap Allah s.w.t.

Jika kita kembali kepada-Nya dengan meraih husnul khatimah, maka masa depan kita di sana cerah berhiaskan keberuntungan kekal abadi. Namun sebaliknya, jika su’ul khatimah saat kita menghembuskan nafas terakhir, pertanda kerugian dan kemalangan tak berujung yang akan menanti kita. Wal ‘iyadzu billah min dzalik.

Husnul khatimah atau pun su’ul khatimah, sangat ditentukan oleh bagaimana cara kita merawat keimanan dan menata kehidupan kita di atas jalan keimanan, menetapi keta’atan dan menghiasi diri kita dengan warna keshalihan.

Jika kita mampu menjalani hidup dan kehidupan ini dengan berpegang teguh pada prinsip hidup yang lurus dan benar. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ubudiyah di hadapan-Nya. Memperhatikan rambu-rambu-Nya dalam hidup. Mengenakan pakaian amanah. Jauh dari menghadirkan kesuraman pada sesama. Mencerahkan wajah orang tua dengan pelangi kebaktian. Menampilkan keluhuran akhlak dan keindahan budi pekerti. Mampu menyisiri mihnah dan tribulasi-Nya yang coraknya beragam. Memperjuangkan nilai-nilai ajaran-Nya dan menolong agama-Nya. Menularkan keshalihan pribadi kepada masyarakat dan umat. Berkorban dengan harta dan segala potensi yang dimiliki. Menyandarkan harapan dan asa hanya kepada-Nya semata. Dan seterusnya. Itu semua merupakan bentuk pelayaran menuju dermaga husnul khatimah.

Sebaliknya, menjalani hidup tanpa keimanan atau lemah keyakinan. Wajah suram kering dari gerakan ruku’ dan sujud. Menghitamkan wajah orang tua dan melukai hati orang-orang dekat dan kaum kerabat. Hidup tanpa arah dan tujuan esensial. Tidak mengenal lalu lintas Ilahi. Hati gelap terkotori tinta syirik, debu riya’, noda hasut, cuka amarah dan yang senada dengan itu. Itu semua merupakan lintasan perjalanan menuju terminal su’ul khatimah.

Saudaraku,
Jika ajal menjemput kita satu pekan kemudian, apakah kita sudah siap menjemput ketibaannya?. Siap atau tidak jawaban kita, jika sudah Allah tetapkan untuk kita, ajal akan tetap mendatangi kita. Walau pun kita bersimpuh minta ditangguhkan dengan rintihan pilu duka. Walau pun lari sejarak yang kita mampu untuk menjauhinya. Walau pun kita menyiapkan harta sepenuh bumi. Walau pun kita bersembunyi di balik benteng yang kokoh di alam semesta. Walau pun kita berlindung di punggung pengacara ternama. Dan seterusnya.

Hasan al-Basri pernah bertutur, “Sungguh ironi, bagi orang yang setiap hari menyaksikan keranda diusung ke pemakaman, tapi ia tidak mengambil pengajaran dari hakikat kematian.”

Ya Allah anugerahkan kepada kami husnul khatimah untuk membuka pintu surga-Mu yang seluas langit dan bumi. Aamiin. Wallahu a’lam bishawab.

Metro, 14 Mei 2020
Fir’adi Abu Ja’far

Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama